PETUNJUK TEHNI BUDIDAYA IKAN BANDENG


I. PENDAHULUAN
Salah satu komoditi perikanan lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi selain udang untuk dibudidayakan di tambak adalah ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) baik untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun diekspor ke manca negara dalam bentuk segar atau olahan.
Kegiatan Budidaya ikan Bandeng di tambak telah dikembangkan cukup lama, hal ini didukung oleh potensi sumberdaya alam yang sangat baik terutama tersedianya benih ikan Bandeng (Nener) baik secara alami maupun dari hasil pembenihan di Panti – Panti Pembenihan (Hatchery), namun produksi dan produktivitasnya relatif masih rendah. Rendahnya produksi dan produktivitas ini antara lain disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan petani tambak tentang tehnis budidaya ikan Bandeng sehingga perlu ditingkatkan antara lain melalui Buku Petunjuk Tehnis Budidaya Ikan Bandeng.

II. BIOLOGI DAN HABITAT
1. Biologi Ikan Bandeng.
Ikan Bandeng digolongkan sebagai ikan pemakan tumbuhan (Herbivora), namun dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan komplek yang terdiri dari ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik yang sering juga disebut “Microbenthic Biological Complex”
Bentuk ikan Bandeng seperti torpedo dengan sirip ekor yang bercabang (sebagai pertanda bahwa itu termasuk perenang cepat), berwarna putih keperak-perakan. Ciri-ciri lainnya antara lain : mulut kecil di ujung kepala dengan rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak di depan mata, kepala tanpa sisik dan mata diselimuti oleh selaput bening.
2. Habitat.
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forks) adalah sejenis ikan laut dari Famili Chanidae, Ordo Malacopterygii. Namun ikan ini tergolong tergolong ikan Euryhalin yaitu mempunyai daya penyesuaian (toleransi) yang cukup tinggi terhadap perubahan kadar garam (salinitas) mulai dari 0 – 60 per mil. Disamping itu juga cukup tahan terhadap perubahan suhu yang tinggi sampai 40 derajat celcius.
Walaupun dalam usaha mencari makan dan membesarkan diri ikan Bandeng suka berpetualang ke air payau dan air tawar tetapi sebagai ikan laut, mereka akan tetap kembali ke laut apabila akan berkembang biak. Anak ikan Bandeng yang lebih dikenal dengan sebutan “Nener” biasanya dijumpai sepanjang pantai pada bulan tertentu. Potensi dibeberapa daerah dan musimnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :



III. KONSTRUKSI TAMBAK
1. Bentuk dan Tata Letak.
Konstruksi tambak untuk pemeliharaan ikan Bandeng biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan perbandingan lebar : panjang, 1 : 2 atau 1 : 3 dan setiap unit tambak terdiri dari 3 jenis petakan yaitu petak peneneran, petak buyaran (penggelondongan) dan petak pembesaran selain itu diperlukan pula petak pembagi air, saluran keliling (caren) dan plataran. Luas dari petak pembesaran sebaiknya berkisar antara 1 – 3 Ha, sedangkan luas dari petak peneneran dan petak buyarannya bisa diperhitungkan berdasarkan perbandingan. Petak peneneran : petak buyaran petak pembesaran = 1 : 9 : 90. Jadi untuk setiap Ha pembesaran diperlukan 0,01 Ha petak peneneran dan 0,1 Ha petak buyaran.
Setiap petakan dalam satu unit, mempunyai pintu air sendiri-sendiri agar pengaturan dan pengelolaan air menjadi mudah baik pada waktu pengisian maupun pada waktu pengeringannya.
Tinggi air pada jenis petakan berlainan, yaitu antara 20 – 30 cm untuk petak peneneran, 30 – 40 cm untuk petak buyaran dan 50 – 60 cm untuk petak pembesaran. Sedangkan di petak / saluran pembagi air lebih dalam lagi.
Di sepanjang pinggiran petakan dibuat saluran keliling yang disebut Caren yang lebarnya berkisar antara 4 – 6 cm dan dalamnya 40 – 60 cm, berfungsi sebagai tempat berlindung ikan dari panas terik matahari, gangguan hama serta untuk memudahkan penangkapan ikan pada waktu panen.
Dasar pelataran tambak dibuat melandai ke atas pintu air dan semaksimal mungkin dibuat rata sebagai tempat tumbuhnya makanan alami terutama klekap. Luas pelataran sekitar 90 % dari luas seluruh areal tanah yang ada.




















Gambar 1. Tata letak tampak satu unit tambak seluas 2,6 Ha

2. Pematang (Tanggul).

Di tambak dikenal dua macam pematang yaitu pematang utama dan pematang antara. Yang dimaksud pematang utama adalah pematang yang mengelilingi seluruh unit tambak, yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung. Sedangkan pematang antara adalah pematang yang memisahkan petakan yang satu dengan petakan lainnya dalam satu unit tambak.

a. Pematang utama.

Pematang utama karena sekaligus pelindung maka konstruksinya harus sekokoh dengan ukuran tinggi dan lebar yang cukup. Tinggi pematang utama minimal 50 cm diatas permukaan air pasang tertinggi agar aman dari luapan air pasang maupun dari banjir. Kemiringan sisi pematang bagian luar minimal 1 : 2, sedangkan untuk sisi bagian dalamnya cukup 1 : 1,5 (Gambar 2). Kemiringan sisi yang kurang akan sangat berbahaya pada waktu menghadapi tekanan air pasang yang cukup besar.















Gambar 2. Penampang Pematang

b. Pematang antara.

Ukuran pematang antara dapat lebih kecil dan lebih rendah dibandingkan pematang utama. Kemiringan sisi-sisinya berkisar antara 1 : 1 sampai 1 : 1,5, tetapi sebaiknya jangan kurang dari 1 : 1 agar tidak mudah longsor. Lebar bagian atas 1 – 2 m dan tingginya antara 1,5 – 2 m. Semua rumput, akar dan ranting-ranting harus disingkirkan karena jika tidak, bahan-bahan tersebut akan busuk dan pematangnya akan berongga / bocor.

3. Pintu air.

Pintu air tambak juga ada dua macam yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan). Pintu air utama berfungsi mengalirkan air kedalam unit tambak atau sebaliknya, sedangkan pintu air sekunder berfungsi untuk memasukkan air dari petak atau saluran pembagi air kedalam setiap petakan atau sebaliknya. Pintu air utama sangat penting artinya dalam sistim pengaturan air tambak, oleh karenanya harus dibuat dengan ukuran yang cukup memadai.
Dasar pintu air utama harus sedikit lebih rendah atau setidaknya sejajar dengan garis surut terendah. Untuk mengairi tambak seluas 10 Ha, lebar mulut 0,8 – 1,2 m sudah cukup baik. Pintu air utama dapat dibuat dari beton atau kayu yang bermutu baik seperti kayu besi, kayu jati, kayu kelapa dan kayu nibung yang cukup tua (Gambar 3).













Gambar 3. Pintu Air Utama Beton

Pintu air sekunder, konstruksinya sama dengan pintu air utama hanya sedikit lebih sederhana. Bahannyapun bisa dari bahan yang lebih murah, sedangkan ukurannya lebih kecil dari ukuran pintu utama.


IV. TEKNIK PEMELIHARAAN

1. Pengolahan tanah.

Langkah awal yang dilakukan dalam persiapan tambak untuk pemeliharaan ikan bandeng di tambak adalah kegiatan pengolahan tanah. Hal ini sangat penting dilakukan agar dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tambak.
Setelah air tambak dikuras habis, kemudian dikeringkan. Lumpur yang terlalu tebal harus dikeluarkan, kalau ada kebocoran pada tanggul ditutup semua dan permukaan tanah atau pelataran tambak diratakan. Setelah semuanya selesai tambak diratakan. Setelah semuanya selesai tambak harus dijemur sampai kering dan kalau perlu telah ada retak-retaknya, tetapi tidak sampai menjadi debu (kadar air 18 – 20 %). Untuk mengetahui bahwa pengeringan tanah dasar tamba dasar tambak telah memadai adalah bila tanah tersebut diinjak maka akan turun sedalam 1 – 2 cm.
Persiapan tanah dasar dapat dilakukan 2 kali setahun terutama pada saat setelah dilakukan panen sebelum tambak digunakan kembali untuk pemeliharaan ikan bandeng.
Manfaat pengeringan dasar tambak antara lain untuk membasmi hama dan penyakit, mempercepat proses penguraian bahan-bahan organik menjadi mineral, menghilangkan sisa-sisa bahan beracun seperti asam sulfida (H2S) dan ammonia (NH3), serta merangsang pertumbuhan klekap (lumut dasar) yang menjadi makanan alami ikan bandeng di tambak.
Tanah tambak yang terus menerus terendam air semakin lama semakin bersuasana anaerob (kurang oksigen/tidak beroksigen) sehingga proses mineralisasi yang memerlukan suasana aerob (cukup oksigen) menjadi terhambat.


2. Pemberantasan hama.

Apabila persiapan tambak/pengolahan tanah telah dilakukan dengan sempurna maka pada dasarnya pekerjaan pemberantasan hama telah sekaligus dikerjakan karena pada pengeringan dasar tambak secara total hama ikan yang ada didalamnya akan mati.
Namun pada kondisi dimana dasar tambak tidak bisa dikeringkan secara total, maka pemberantasan hama ikan buas (pemangsa) dan ikan penyaing (kompetitor) dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida biji teh (Saponin) atau akar tuba (Ratonin).
Dosis pemberian Saponin antara 20 – 20 ppm, bergantung kepada kondisi kadar garam (salinitas air tambak). Semakin rendah salinitas, semakin tinggi dosis saponin yang digunakan. Di pasaran saponin dijual dalam bentuk lempeng atau tepung/bungkil. Cara pemakaian yang berbentuk lempeng harus dihancurkan / ditumbuk terlebih dahulu, dimasukkan kedalam wadah/ember, kemudian direndam lebih kurang 12 jam selanjutnya siap dipercikan kedalam tambak.
Penggunaan akar tuba bisa dalam bentuk segar, akar kering atau yang sudah berbentuk tepung. Untuk akar tuba yang masih segar dosis pemakaiannya 20 – 40 kg/Ha, dalam bentuk kering 4 – 6 kg/Ha, sedangkan dalam bentuk tepung dosisnya adalah 5 ppm. Cara pemakaiannya akar tuba segar adalah dengan memotong akar tuba tersebut dan mencincangnya kecil-kecil kemudian direndam lebih kurang 12 jam, lalu tumbuk dan kocok-kocok dalam air tambak. Sedangkan penggunaan akar tuba dalam bentuk tepung, direndam/dilarutkan terlebih dahulu dalam ember baru kemudian dipercikkan kedalam tambak secara merata.



3. Pemupukan.

Tujuan pemupukan tambak adalah untuk menyuburkan pertumbuhan klekap yang hidupnya menempel pada tanah dasar tambak.
Karena kehidupan klekap yang menempel pada tanah dasar tambak tersebut maka pemupukan lebih ditujukan pada pemupukan tanah dasar.
Tehnik pemupukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengeringan tambak dianggap dianggap sempurna, tebarkan pupuk organik sebanyak 0,5 – 3 ton/Ha yang disebarkan secara merata keseluruh dasar tambak.

b. Masukkan air setinggi 10 cm dan pintu air ditutup rapat kemudian biarkan menguap sampai kering agar pupuk tersebut dapat meresap kedalam tanah dan terjadinya proses mineralisasi bahan organik tersebut.

c. Kemudian diairi lagi 10 cm dan diberi pupuk anorganik yaitu Urea dan TSP, masing-masing 50 dan 100 kg/Ha. Pemberiannya dapat secara bertahap dimana tahap pertama lebih kurang 30 % dan selanjutnya yang masih tinggal diberikan 2 x dengan selang waktu seminggu.

d. Kalau klekap sudah tumbuh subur diseluruh permukaan tambak, maka air ditinggikan lagi 20 cm dan secara bertahap selanjutnya dinaikkan sampai ketinggian lebih kurang 60 cm dari pelataran dan benih bandeng siap ditebarkan.


4. Penebaran benih (nener).

Kalau yang akan ditebarkan pertama adalah benih ikan bandeng yang berukuran kecil (nener), baik yang berasal dari penangkapan di alam maupun dari hatchery, maka penebaran pertama dilakukan di petak peneneran dengan padat tebar 15 – 20 ekor per meter persegi dengan masa pemeliharaan 1 – 2 bulan sehingga mencapai benih gelondongan.
Penebaran dilakukan pada pagi hari atau sore hari, pada saat suhu sudah kembali sejuk. Sebelumnya dilakukan dulu aklimatisasi (penyesuaian diri) terhadap suhu dan salinitas air tambak, terutama karena kemungkinan terjadinya perbedaan yang besar antara kondisi selama penangkapan dan tempat asal dengan suhu dan salinitas air dalam tambak yang akan ditebarkan benihnya.
Cara aklimatisasi, pertama-tama kantong plastik yang berisi nener/benih diapungkan dalam tambak yang akan ditebar lebih kurang 15 menit agar suhu air selama pengangkutan menjadi seimbang dengan suhu air tambak. Tandanya yang dapat dilihat adalah apabila telah terjadi pengembunan di sekitar permukaan plastik. Setelah dilanjutkan dengan penyesuaian salinitas yaitu dengan membuka kantong plastik, masukkan air tambak sedikit demi sedikit ke dalam kantong plastik sampai kantong penuh berisi dengan air tambak, kemudian baru dilepaskan semuanya.


Ciri-ciri nener yang sehat adalah :

a. Mempunyai kebiasaan berenang yang bergerombol menuju satu arah mengikuti jarum jam atau sebaliknya.

b. Memiliki daya renang yang lebih lincah / agresif. Gerakan yang lamban dan tersendat-sendat menunukkan bahwa nener kurang sehat.

c. Cepat bereaksi apabila ada kejutan pada wadah pengangkutannya.
Untuk penggunaan / penebaran langsung benih gelondongan maka adaptasi seperti di atas tetap dilakukan, namun padat penebaran benih yang digunakan lebih rendah yakni antara 2.500 – 5.000 ekor/Ha. Untuk masa pemeliharaan 4 – 5 bulan, maka akan dihasilkan ikan bandeng konsumsi dengan berat individu antara 300 – 400 gr / ekor.
5. Pemberian makanan/pakan.

Makanan utama ikan bandeng di tambak adalah klekap, oleh karenanya pertumbuhan klekap di tambak harus dijaga berlangsung terus menerus. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pupuk ulang/susulan secara berkala setiap 2 minggu sekali menggunakan pupuk Urea dan TSP dengan perbandingan 2 : 1 sebanyak 25 kg, selain itu dapat diberikan pakan tambahan berupa dedak halus dengan dosis 5 % berat badan per hari.

6. Pengelolaan tambak dan kualitas air.
Selama masa pemeliharaan kualitas lingkungan tambak harus diperhatikan dan dirawat untuk menjaga agar kondisi tambak selalu baik antara lain menanggulangi kebocoran-kebocoran kecil pada tanggul dan pintu air.
Disamping itu diperlukan suplai air yang cukup, kualitas air yang baik dan memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya kehidupan dan pertumbuhan baik ikan bandengnya maupun klekap sebagai organisme makanan alaminya.



Kriteria kualitas air yang baik adalah :
a. Salinitas 15 – 30 per mil
b. Suhu 27 – 31 C
c. PH air 7,5 – 8,5
d. Oksigen terlarut > 3 ppm
e. Alkalinitas > 150 ppm
f. Kecerahan 30 – 40 cm.

Untuk menjaga kualitas air tetap baik, maka pergantian air perlu dilakukan sesuai kebutuhan.

V. PANEN DAN PASCA PANEN

Untuk penebaran benih bandeng dalam ukuran nener, maka pemanenan baru dapat dilakukan setelah masa pemeliharaan 5 – 6 bulan dimana berat ikan yang dipanen akan mencapai 300 – 400 gr/ekor. Sedangkan kalau penebaran benih dalam bentuk benih gelondongan, hanya memerlukan masa pemeliharaan 4 – 5 bulan untuk mencapai ukuran panen yang sama.


Metoda pemanenan ikan bandeng dari tambak dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Dengan memasukkan air.

Cara ini juga dikenal dengan istilah sistim nyerang, dilakukan pada tambak yang mempunyai petakan lengkap dimana petak pembagi air dimanfaatkan sebagai petak penampung. Beberapa saat sebelum pasang tiba, semua pintu yang berhubungan dengan petakan ini dibuka, sehingga air pasang dengan mudah masuk ke petakan pembagi kemudian ke petakan yang akan dipanen. Gerombolan ikan akan berusaha keluar ke petak pembagi air dengan terbukanya pintu air petakan yang akan dipanen dan selanjutnya tinggal dilakukan pemanenen.

b. Dengan pengeringan total.

Untuk tambak yang tidak terjangkau oleh pasang surut air laut misalnya karena lokasinya jauh dari pantai atau tambak tersebut tidak dilengkapi dengan petak pembagi/petak penagkapan, maka pemanenen dilakukan dengan cara pengerngan. Caranya adalah dengan jalan pengeringan tambak/membuka pintu air pada saat air surut sampai pelataran kering total dan ikan yang akan dipanen akan turun ke caren yang masih ada airnya. Selanjutnya ikan yang sudah berkumpul pada caren digiring dengan menggunakan caren kearah pintu air untuk mempersempit ruang geraknya, kemudian ditangkap dengan menggunakan seser dan alat tangkap lainnya.
Pada waktu penangkapan diusahakan agar tidak mati sebelum ditangkap. Ikan yang terlalu banyak bergerak sebelum mati atau yang mati perlahan-lahan dapat mempengaruhi mutu kesegarannya, oleh karenanya diupayakan agar ikan-ikan dapat ditangkap dalam keadaan hidup dan segar. Kalaupun kemudian mati, mutunya masih cukup baik.
Setelah ikan mati, segera dicuci bersih dengan es sambil dipisahkan menurut jenis dan ukurannya, setelah itu barulah disusun dalam wadah pengangkut yang diberi lapisan es secara berselang seling dimana perbandingan berat ikan dengan berat es antara 1 : 1 sampai 1 : 2.


DAFTAR PUSTAKA


Anonymous, 1995. Milk Fish Culture. Seafdec Aqua Farm News, A Publication of Seafdec Agriculture Departement, Tihbanan, Iloilo, Philippines, 26 p.

-------, 1997. Petunjuk Tehnis Budidaya Bandeng Umpan. Direktorat Jendral Perikanan. Direktorat Bina Produksi, Jakarta, 18 Halaman.

Arsyad H. dan Saleh Sanusi, 1990. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos cahnos). Infis Manual, Seri No. 11, Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta.

Mujiman, A., 1985. Budidaya Bandeng Tambak. Seri Perikanan XIII/45/87, Penebar Swadaya, 103 Halaman.

Soeseno, S., 1988. Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak. Kerjasama Pemerintah DKI Jakarta dan PT. Gramedia, Jakarta, 175 Halaman.

Komentar

  1. mantaf pa ilmunya, maaf klw bnih udang brp harganya? hitung prliter atau perkilo??
    trimakasih. klw bs kirim jawaban ke email sy<
    aljaen182@yahoo.co.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer