Menyadari Musuh
“Musuhmu yang terbesar adalah nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu” (HR. Al-Baihaqi). Musuh biasanya memiliki dua sisi dampaknya bagi manusia. Di satu sisi, musuh sifatnya melemahkan, tetapi di sisi lain memperkuat seseorang. Karena menyadari adanya musuh, manusia belajar memperkuat diri agar mampu melawannya. Dalam keadaan kuat pun, akan berusaha meningkatkannya secara terus-menerus. Namun, kenyataannya tak semua orang selalu menyadari bahwa musuh juga bisa berasal dari diri sendiri, khususnya hawa nafsu. Sehingga tak (kuat) melawannya. Dalam sejarah perjuangan hidup manusia, tercatat bahwa hawa nafsu bisa membuat kemenangan menjadi kekalahan. Seperti yang dialami umat Islam dalam perang Uhud semasa Nabi Muhammad s.a.w. Kemenangan yang sudah terang di depan mata dan disambut dengan rasa gembira seketika berubah menjadi kekalahan menyakitkan. Pasalnya, harta benda yang berlimpah yang ditinggalkan musuh sempat menggoda iman para pejuang waktu itu, sehingga mereka terbuai dalam merebutnya. Di saat itulah musuh menyerang kembali, dan kalah lah umat Islam karena dalam keadaan tidak siap. Kisah nyata ini sepatutnya menjadi pelajaran penting bagi kita. Apalagi hal yang sama telah berulangkali terjadi pada generasi selanjutnya. Sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadi pada masyarakat kita yang sudah meraih cita-cita hidup damai. Penyebab awalnya tentunya karena godaan ingin merengkuh harta dunia sebanyak-banyaknya, sehingga terjadi ketidak-adilan. Ketidak-adilan selanjutnya melahirkan perpecahan. Dan perpecahan adalah sumber kekalahan. Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2012/06/30/menyadari-musuh
Komentar
Posting Komentar